Permohonan Pernyataan Pailit, Siapa Saja Yang Dapat Mengajukan?

 

Istilah “Kepailitan” dibandingkan dengan Istilah “Bankrut” mungkin lebih jarang didengar oleh masyarakat awam. “Kepailitan” umumnya digunakan dalam dunia bisnis dan usaha.

Pada praktiknya sering kali kreditor di Indonesia bimbang menentukan jalur hukum antara eksekusi jaminan atau kepailitan yang lebih tepat dipilih terkait adanya debitur yang memiliki kredit macet. Kepailitan sendiri memiliki pengertian yaitu proses penyelesaian sengketa bisnis melalui jalur litigasi dengan kewenangan absolut pengadilan niaga, sebagaimana diatur pada Pasal 1 angka (7) jo. Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (UU Kepailitan dan PKPU).

Bedasarkan pengaturan yang tertuang pada Pasal 1 angka (1) UU Kepailitan dan PKPU, Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan atau pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan seorang Hakim Pengawas.

Permohonan pernyataan pailit yang diajukan ke Pengadilan Niaga tersebut berhak diajukan oleh pihak-pihak antara lain adalah Kreditur, Debitur, Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan Jaksa, serta yang terbaru ialah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Peraturan OJK Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal (“POJK 3-4-2021”). Dalam Pasal 75 POJK 3-4-2021 menjadikan OJK kini bisa mengajukan pailit atas perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) kepada Kejaksaan Agung (Kejagung), dalam hal ini adalah Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).

Terlepas dari siapa subjek hukum yang dapat mengajukan permohonan pailit tersebut, Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU telah dipenuhi, antara lain:

  1. Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur;
  2. Debitur tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Permohonan pernyataan pailit harus diputus dan diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak permohonan pernyataan pailit didaftarkan. Kepailitan diawali dengan pengajuan permohonan pailit dan diakhiri dengan sebuah putusan pailit dengan beberapa kemungkinan akibat hukum yang akan diterima oleh termohon pailit, salah satunya berakibat pada kewenangan debitur pailit akan hukum harta kekayaan miliknya dengan demikian kewenangan debitur pailit menjadi sangat terbatas dan hanya dapat melakukan aktifitas bisnis yang dinilai oleh kurator memberikan keuntungan atau menambah jumlah harta kekayaan perusahaan (boedel pailit).

Dengan demikian, para subjek hukum yakni Kreditur, Debitur, Bank Indonesia, Menteri Keuangan, Jaksa, dan OJK dapat mengajukan permohonan pailit pada masing-masing debiturnya sesuai spesifikasi yang diatur lebih lanjut pada peraturannya masing-masing dengan syarat unsur pembuktian yang diatur pada Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU dan wajib diputus oleh majelis hakim pengadilan niaga yang memeriksa perkara a quo paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak permohonan pernyataan pailit didaftarkan.