Perbedaan Harta Bawaan (Pribadi) Dengan Harta Bersama (Gono-Gini)

Sebelum pernikahan dilangsungkan adakalanya calon suami atau calon isteri sudah bekerja dan menghasilkan uang dan beberapa benda/barang atau asset yang diperoleh masing-masing pihak baik dari hasil usaha berupa tanah, rumah dan kendaraan maupun pemberian dari pihak lain berupa hadiah, hibah, wasiat atau warisan. Kemudian setelah dilangsungkannya perkawinan, dalam menjalani kehidupan berkeluarga diperlukan harta kekayaan untuk memenuhi kebutuhan demi kelangsungan suatu perkawinan yang dibentuk. Guna memenuhi kebutuhan, benda-benda atau asset masing-masing suami dan isteri dibawa ke dalam kehidupan suatu perkawinan sehingga membawa suatu permasalahan baru dalam rumah tangga mengenai kedudukan benda masing-masing apakah sebagai harta bersama atau harta bawaan atau harta warisan apabila terjadi perceraian atau kematian.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengenal 3 (tiga) macam harta, yaitu: pertama, harta bersama; dan kedua, harta bawaan.  Berkaitan dengan kedudukan harta benda dalam perkawinan pengaturan harta tersebut diatur dalam Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Selain itu, bagi perkawinan yang dilakukan melalui hukum islam, mengenai harta perkawinan diatur pada Buku Kesatu mengenai Perkawinan, khususnya BAB XIII Kompilasi Hukum Islam (KHI) dari Pasal 85 sampai dengan Pasal 97 mengatur mengenai Harta Kekayaan Dalam Perkawinan.

Harta Bawaan (Pribadi)

Harta bawaan atau harta pribadi adalah harta bawaan masing-masing suami-isteri yang merupakan harta tetap di bawah penguasaan suami-istteri yang merupakan harta yang bersangkutan sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian kawin. Dengan kata lain, harta pribadi adalah harta yang telah dimiliki oleh suami-isteri sebelum mereka melangsungkan perkawinan. Harta pribadi meliputi:

  • Harta yang dibawa masing-masing suami-istri ke dalam perkawinan termasuk utang yang belum dilunasi sebelum perkawinan dilangsungkan;
  • Harta benda yang diperoleh sebagai hadiah atau pemberian dari pihak lain kecuali ditentukan lain;
  • Harta yang diperoleh suami atau istri karena warisan kecuali ditentukan lain;
  • Hasil-hasil dari harta milik pribadi suami-istri sepanjang perkawinan berlangsung termasuk utang yang timbul akibat pengurusan harta milik pribadi tersebut.

Pasal 35 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan:

“Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.”

Sejalan dengan ketentuan Pasal 35 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan harta yang sudah dimiliki suami atau istri pada saat perkawinan dilangsungkan dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan tidak masuk ke dalam harta bersama kecuali mereka memperjanjikan lain. Harta pribadi tersebut dapat dibedakan lagi meliputi harta bawaan suami atau istri yang bersangkutan, harta yang diperoleh suami atau istri sebagai hadiah, hibah, atau warisan.

Harta Bersama (Gono-Gini)

Harta bersama adalah harta yang diperoleh sepanjang perkawinan berlangsung sejak perkawinan dilangsungkan hingga perkawinan berakhir atau putusnya perkawinan akibat perceraian, kematian maupun putusan Pengadilan.  Harta bersama meliputi:

  • Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan berlangsung;
  • Harta yang diperoleh sebagai hadiah, pemberian atau warisan apabila tidak ditentukan demikian;
  • Utang-utang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami-istri.

Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan:

“Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.”

Sebagaimana ketentuan yang secara eksplisit menyatakan demikian, harta bersama suami-istri hanyalah meliputi harta-harta yang diperoleh suami-istri sepanjang perkawinan sehingga disimpulkan bahwa termasuk harta bersama adalah hasil dan pendapatan suami, hasil dan pendapatan istri.

Menilik pada perkawinan yang dilangsungkan menurut agama Islam, dasar aturan mengenai pokok-pokok harta kekayaan diatur dalam Buku Kesatu, BAB XIII Harta Kekayaan Dalam Perkawinan yang secara singkat diuraikan sebagai berikut:

Harta bersama terpisah dari harta pribadi masing-masing:

  • harta pribadi tetap menjadi milik pribadi dan dikuasai sepenuhnya oleh pemiliknya (suami-isteri),
  • harta bersama menjadi hak bersama suami-isteri dan terpisah sepenuhnya dari harta pribadi.

Harta bersama terwujud sejak tanggal perkawinan dilangsungkan:

  • sejak itu dengan sendirinya terbentuk harta besama,
  • tanpa mempersoalkan siapa yang mencari,
  • juga tanpa mempersoalkan atas nama siapa terdaftar.

Dalam perkawinan serial atau poligami, wujud harta bersama, terpisah antara suami dengan masing-masing isteri.