Pengampuan Ibu Mertua Oleh Anak Menantu Perempuan, Apakah Bisa?

Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis adalah keinginan semua orang untuk menjadi tempat yang hangat dengan penuh cinta serta memberikan ketenangan dan kenyamanan tersendiri dalam hidup. Keluarga dapat dipahami sebagai kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah, hubungan perkawinan, dan adopsi. Sehingga keluarga dapat diartikan sebagai kelompok primer dalam beberapa peristiwa biologis maupun hukum yang memberikan ketenangan dan kenyamanan, serta keharmonisasian.

Apabila dalam sebuah keluarga ternyata tidak utuh lagi, bukan berarti hal tersebut dikatakan sebagai keluarga yang tidak ideal, seperti misalnya seorang perempuan atau ibu (yang selanjutnya dalam hal ini disebut ibu mertua) yang kehilangan suaminya dan anak kandung laki-lakinya meninggal dikarenakan jatuh sakit. Namun, dalam keadaan itu ibu mertua tersebut masih memiliki anak menantu perempuan dan cucu-cucu yang merawat, menyayangi, dan mempedulikannya. Artinya seorang perempuan atau ibu tersebut masih memiliki keluarga yang mampu merawat, menyayangi dan memperdulikannya untuk kelangsungan hidup kedepannya.

Dalam kehidupan dan waktu yang terus berjalan, sampai di satu titik apabila ibu mertua tersebut mengalami kondisi kesehatan yang tidak baik atau sedang buruk-buruknya, tentu membutuhkan dana atau biaya untuk itu. Di satu sisi, ibu mertua tersebut memiliki beberapa kekayaan dalam bentuk benda yang bergerak maupun tidak bergerak, disisi lain karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan untuk mengurusi kekayaan-kekayaan tersebut, sehingga tidak dapat melakukan tindakan atau peristiwa hukum terhadap kekayaan tersebut. Oleh karena itu, tentu membutuhkan bantuan keluarga yang dalam hal ini hanya tersisa anak menantu perempuan dari seorang ibu mertua tersebut. Dalam hal ini timbul sebuah pertanyaan, apakah bisa seorang anak menantu dapat melakukan tindakan atau peristiwa hukum terhadap kekayaan ibu mertuanya sah menurut hukum?

Tindakan yang dapat dilakukan yaitu mengajukan Permohonan Pengampuan Perwalian ke Pengadilan Negeri di tempat ibu mertua tersebut berdiam sebagaimana yang diatur dalam Pasal 436 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyebutkan bahwa “segala Permintaan akan Pengampuan, harus dimajukan kepada Pengadilan Negeri yang mana daerah hukumnya orang yang dimintakan Pengampuannya berdiam”. Alasan Permohonan Pengampuan Perwalian tersebut diatur dalam Bab XVII Pasal 433 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa “setiap orang dewasa yang selalu dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh dibawah Pengampuan, pun jika ia kadang-kadang cakap mempergunakan Pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan”. Hal tersebut juga telah dikuatkan dengan adanya Penetapan Pengadilan Negeri Depok Nomor: 77/Pdt.P/2019/PN. Dpk yang pada pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa:

Seseorang yang mengalami stroke, sehingga sudah mengalami hilang ingatan, tidak bisa berkomunikasi secara normal dan tidak dapat menjalankan kehidupannya secara normal lagi, maka perlu ditunjuk seorang pengampu yang akan menyelenggarakan kepentingan hukumnya. Pada penjelasan Pasal 433 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, seseorang dewasa (meerderajrig) karena keadaan-keadaan mental dan fisiknya dianggap tidak atau kurang sempurna, serta tidak mampu mengurus dirinya sendiri, sehingga dapat dikatakan seseorang dewasa tersebut berkedudukan sama dengan status hukum anak yang belum dewasa (minderjarig).”

Berdasarkan paparan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa tindakan yang dapat dilakukan oleh anak menantu perempuan dari ibu mertuanya tersebut yaitu mengajukan Permohonan Pengampuan Perwalian ke Pengadilan Negeri sesuai dengan Pasal 436 KUHPerdata, Pasal 433 KUHPerdata, dan Penetapan Pengadilan Negeri Depok Nomor: 77/Pdt.P/2019/PN. Dpk.