Pengajuan Perwalian Oleh Badan Hukum, Bisakah?

Dalam berlangsungnya kehidupan perkawinan antara suami-isteri, kehadiran seorang anak merupakan suatu anugerah yang sangat diharapkan. Setiap orang tua tentunya berharap memiliki anak yang dapat membanggakan kedua orang tuanya, membawa nama baik keluarga, dan menjadi anak yang berguna bagi bangsa dan negara. Dalam pengharapan demikian, terdapat tanggung jawab bagi kedua orang tua untuk dapat memenuhi hak-hak anak dalam tumbuh kembangnya agar anak yang belum dewasa tidak terlantar dalam pendidikan dan perkembangannya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), disebutkan bahwa orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau berdiri sendiri. Selain itu, dalam Pasal 298 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Peradata (“KUHPerdata”) ditentukan bahwa orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka yang belum dewasa. 2 (dua) ketentuan tersebut pada intinya mengatur mengenai kewajiban dalam hal kekuasaan orang tua. Namun, bagaimana halnya jika kedua orang tua telah meninggal dunia, bercerai atau kedua orang tua anak dicabut kekuasaannya oleh penetapan pengadilan?

Terjadinya anak yang tidak memiliki kedua orang tua maupun dicabutnya kekuasaan orang tua melalui penetapan pengadilan, menjadikan anak membutuhkan orang yang dapat menggantikan posisi orang tuanya dalam hal pemenuhan hak-hak anak melalui Perwalian. Hal ini telah ditentukan melalui Pasal 330 ayat 3 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa “mereka yang belum dewasa dan tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian” serta Pasal 50 UU Perkawinan yang mengatur bahwa “anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua berada di bawah kekuasaan wali.” Pengertian Perwalian atau voogdij menurut ahli hukum adalah sebagai berikut

Subekti:

Perwalian adalah pengawasan terhadap anak yang di bawah umur, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut sebagaimana diatur oleh undang-undang.”

Sarjono:

Perwalian adalah suatu perlindungan hukum yang diberikan kepada seseorang anak yang belum mencapai usia dewasa atau belum pernah kawin yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua.”

Berdasarkan kedua pengertian dari tersebut, dapat disimpulkan bahwa perwalian adalah salah satu bentuk perlindungan terhadap anak yang belum dewasa yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, termasuk namun tidak terbatas pada pengurusan benda atau harta kekayaan anak tersebut.

Penjabaran ketentuan yang mengatur mengenai Perwalian diatur pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali (“PP 29/2019”).  Dalam Pasal 3 PP 29/2019 menentukan untuk dapat ditunjuk sebagai wali karena orang tua tidak ada, orang tua tidak diketahui keberadaannya, atau suatu sebab orang tua tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, seseorang yang berasal dari:

  1. Keluarga Anak;
  2. Saudara;
  3. Orang lain; atau
  4. Badan hukum,

harus memenuhi syarat penunjukan Wali dan melalui penetapan Pengadilan. Hal mana, seseorang yang ditunjuk menjadi wali diutamakan Keluarga Anak, kemudian dalam hal keluarga anak tidak ada, tidak bersedia, atau tidak memenuhi persyaratam dapat ditunjuk Saudara. Lebih lanjut bilamana Keluarga Anak dan Saudara tidak ada, tidak bersedia, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak memenuhi persyaratan dapat ditunjuk orang lain atau badan hukum.

Persyaratan bagi Keluarga Anak, Saudara, Orang lain untuk dapat menjadi wali bagi anak diatur masing-masing pada Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6. Persyaratan Badan Hukum dapat menjadi wali diatur pada Pasal 7 PP 29/2019 yang menyatakan sebagai berikut:

Pasal 7

(1) Badan hukum yang ditunjuk sebagai Wali terdiri atas unit pelaksana teknis kementerian/lembaga, unit pelaksana teknis        

      perangkat daerah, dan lembaga kesejahteraan sosial Anak.

(2) Unit pelaksana teknis kementerian/lembaga dan unit pelaksana teknis perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada

       ayat (1) harus memenuhi syarat:

       a. dibentuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

       b. melaksanakan tugas dan fungsi pengasuhan Anak.

(3) Lembaga kesejahteraan sosial Anak sebagaiman dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:

      a. berbadan hukum berupa yayasan dan terakreditasi;

     b. bersedia menjadi Wali yang dinyatakan dalam surat pernyataan dari pengurus yang ditunjuk atas nama lembaga

         kesejahteraan sosial Anak;

      c. mendapat rekomendasi dari dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial;

     d. membuat pernyataan tertulis tidak pernah dan tidak akan melakukan diskriminasi dalam melindungi hak Anak;

     e. bagi lembaga kesejahteraan sosial Anak keagamaan tersebut harus seagama dengan agama yang dianut Anak; dan

     f. mendapat persetujuan tertulis dari Orang Tua, jika;

  1. masih ada;
  2. diketahui keberadaannya; dan
  3. cakap melakukan perbuatan hukum.

(4) Badan hukum yang ditunjuk sebagai Wali tidak boleh membedakan suku, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya,

      bahasa, urutan kelahiran, kondisi fisik, dan/atau mental Anak.

Setelah seluruh persyaratan telah terpenuhi, maka badan hukum wajib mengajukan permohonan penetapan perwalian anak ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam. Kemudian, setelah adanya penetapan, Panitera Pengadilan wajib menyampaikan salinan penetapan/putusan Pengadilan mengenai penunjukan Wali kepada:

  • Dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang administrasi kependudukan dan pencatatan sipil kabupaten/kota setempat;
  • Dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial kabupaten/kota setempat;
  • Instansi pemerintah pusat atau unit kerja di lingkungan instansi pemerintah pusat yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang harta peninggalan setempat.

Kemudian, jika seseorang atau suatu badan telah sah menjadi seorang wali anak, apakah perwalian ini berlangsung selamanya? Tentu tidak. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan suatu perwalian berakhir, yakni sebagai berikut:

  • Anak telah berusia 18 (delapan belas) tahun;
  • Anak meninggal dunia;
  • Wali meninggal dunia;
  • Wali yang badan hukum bubar atau pailit; atau
  • Wali berakhir karena kekuasaan wali dicabut berdasarkan penetapan/putusan Pengadilan.

Adapun hal-hal yang menyebabkan Perwalian dicabut, yaitu:

  • Melalaikan kewajiban sebagai Wali sebagaimana yang diatur pada Pasal 14 PP 29/2019;
  • Tidak cakap melakukan perbuatan hukum;
  • Menyalahgunakan kewenangan sebagai wali;
  • melakukan tindak kekerasan terhadap Anak yang ada dalam pengasuhannya; dan/atau
  • Orang Tua dianggap telah mampu untuk melaksanakan kewajiban.