Ihwal mengenai harta warisan, jika melihat dari pandangan atau prespektif masyarakat secara mayoritas, biasanya harta warisan merupakan suatu hal yang cukup ditunggu-tunggu untuk diwariskan oleh orang-orang yang berhak memilikinya dalam hal ini adalah ahli waris. Akan tetapi, pada kenyataanya ada warisan yang karena sesuatu dan lain hal tidak dapat diwariskan, mengenai hal tersebut apakah akibat yang terjadi terhadap harta tersebut? Bagaimana nasib dan status hukum dari sebuah harta yang tidak memiliki ahli waris sehingga tidak ada pewarisnya jika merujuk kepada hukum positif di Indonesia?
Segala hal yang memasuki ranah waris diatur dalam hukum nasional Indonesia, hal mana dirangkum dalam kaidah-kaidah hukum waris. Istilah hukum waris dalam perdata barat disebut dengan efrecht. Hukum waris diatur di dalam Buku ke-II KUH Perdata mulai dari pasal 830 sampai dengan pasal 1130.
Harta warisan memang hal yang sangat dinantikan, namun pada faktanya memang ada harta yang pada saat meninggalnya seseorang yang memiliki harta tidak ada orang yang muncul untuk menuntut haknya atas harta tersebut, hal ini dapat terjadi dikarenakan beberapa faktor diantaranya ialah, terhadap orang yang meninggal tersebut memang tidak memiliki ahli waris yang sah, ahli waris yang tidak mampu atau tidak mau mengurus harta tersebut, juga dikarenakan ahli waris yang tidak dikenal.
Akibat dari suatu harta yang tidak memiliki ahli waris karena hal-hal yang telah dijelaskan dalam paragraf sebelumnya, status hukum kedudukan harta yang seharusnya jelas siapa ahli warisnya tersebut menjadi abu dan tidak pasti. Kemudian jika hal tersebut berlangsung cukup lama dimana jika suatu harta tidak ada pihak yang menuntutnya maka status hukum dari harta itu menjadi harta yang tidak terurus (onbeheerde nalatenschap). Ketentuan harta tidak terurus termaktub dalam KUHPerdata BAB XVIII tentang Harta Peninggalan Yang Tidak Terurus. Definisi dari harta tidak terurus tercantum didalam Pasal 1126 KUHPerdata yang mana disebutkan bahwa, “bila pada waktu terbukanya suatu warisan tidak ada orang yang muncul menuntut hak atas warisannya itu, atau bila ahli waris yang dikenal menolak warisan itu, maka harta peninggalan itu dianggap tidak terurus”.
Terhadap harta yang tidak terurus (onbeheerde nalatenschap) sesuai dengan yang dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya, pihak yang berhak dalam penyelesaian peristiwa seperti ini ialah Balai Harta Peninggalan (BHP), hal mana pengaturan terkait dengan itu telah termaktub dalam KUHPerdata tepatnya pada Pasal 1127 yang menyebutkan bahwa, “Balai Harta Peninggalan, menurut hukum wajib mengurus setiap harta peninggalan tak terurus yang terbuka dalam daerahnya, tanpa memperhatikan apakah harta itu cukup atau tidak untuk melunasi utang pewarisnya. Balai itu, pada waktu mulai melaksanakan pengurusan, wajib memberitahukan hal itu kepada jawatan Kejaksaan pada Pengadilan Negeri.